Minggu, 28 Desember 2014

Curug Bandung, Eksotika di utara Cilacap

Bismilah..................................................................................................................................

Tanggal 26 Desember 2014, pas sehari hari raya Natal, saya tiba dikota kecil di barat Cilacap, yakni Majenang. Kedatanganku dalam rangka silaturahmi ke Bibi (adik Bapak) yang tinggal dikota tersebut. Saat itu bawa gerobak kesananya karena bawa keluargaku yang berjumlah 5 orang. Istirahat sehari untuk setelahnya kembali ngaspal menuju Magelang. Nah!! dijeda waktu itu, saya sempatkan menjelajahi kota kecil sampai ke sudutnya dan dapatlah destinasi air terjun diutara kota.

====================================================================


Berbekal motor pinjaman dari sang Paman, kumulailah Jarambah ini. Singkat cerita, saya dapat info curug ini dari pengunjung langganan warung Mie Ayam pamanku. Gasslah .........Jalan Sopyan Tsauri yang lurus datar berlatar belakang gunung Padang tujuanku. Jalan pelan saja menikmati suasana sepinya lalulintas dan indahnya pemandangan.


Di pasar Karanggendot desa Limbangan, kubelokan Astre Grand lansiran tahun 1994 ini kekanan menanjak menuju Ciheuleut. Jalanan masih mulus aspal sampai pertigaan terakhir memasuki kampung sebelah utara desa itu. Setelahnya adalah jalanan bekas aspal, batu dan tanah sampai tempat parkir sebelum curug.



Jalan kaki saja delapan ratus meter ke bawah menuju sebuah sungai. Ada sih tapak jalur motor garuk tanah tapi, penduduk setempat menyarankan untuk tidak membawanya kebawah karena jalannya licin bekas hujan semalam.


















Jalan tanah yang licin cukup menyulitkan juga. Saat itu saya memang salah kostum dengan memakai sepatu bot yang tinggi. Itu cukup repot sewaktu menuruni jalan menurun curam elevasi 40 derajat. Setengah jam kemudian barulah sampai ke lokasi setelah bersusah payah menuruninya.

                                                     
Secara Administrasi, Curug Bandung berada di Kampung Ciheuleut, desa Limbangan,kecamatan Sidareja, Cilacap. Akses jalan dari parkiran ke lokasi sudah baik berstrukur masih tanah dan selebar satu meter. Sedangkan titik kooridnat lokasi ada di Latitude: -7°-24'-7" (-7.4020755)
Longitude: 108°39'45" (108.6625216)


Curug kembar ini hampir mirip dengan air terjun Sindulang di Cicalengka, Bandung Timur. Suasana sepi, tidak ada satupun pengunjung adalah nilai plusnya disini. Mungkin hanya diketahui kalangan tertentu saja, dan pengelolaannya masih sangat sederhana,itu terbukti dengan tidak adanya warung penunjang bagi pengunjung. Sungguh masih sangat alami disini. 
Hari sudah siang, saatnya pulang.


Cag







Selasa, 23 Desember 2014

Cijuhung, Ironi penghasil setrum

Bismilah..............................................................................................................................................

 Kampung Cijuhung, desa Margaluyu,kecamatan Cipeudeuy ,kabuoaten Bandung Barat ini memang sebuah ironi. Sepelemparan batunya dari lokasi pembangkit listrik untuk pemasok listrik seJawa-Bali ini ,sampai hari ini belum juga merasakan indahnya malam dengan cahaya listrik dari negara.

Memang!!   Jaringan tiang listrik Negara sudah ada didepan perkampungan itu. Tapi, entah kenapa belum juga disambung juga ke rumah-rumah. Ngobrol ngalor ngidul dengan pengurus Rw mendapat keterangan bahwa biaya untuk masang Kwh dan token pertama adalah Rp. 375 rb. Sedangkan instalasinya semua per rumah mencapai Rp.800 rb. Jadi totalnya semuanya sekitar Rp. 1.200.000. Berat memang biaya segitu buat masyarakat kurang mampu di Cijuhung tersebut. Dan semuanya harus bayar dimuka dulu, setelah itu menunggu pemasangan 2-4 minggu setelahnya.
Untuk saat ini, masyarakat Cijuhung mengandalkan panel tenaga surya dan lampu led serta aki sebagai penyimpan arusnya dari bantuan Gubernur Jawa Barat tahun 2013 dan untuk solar sellnya mereka beli secara kredit.
Dikampung ini ada 150 kepala keluarga, yang 80 persennya bekerja diperkebunan Karet serta Kakao dari kebun Bajangan.Cijuhung lokasinya berada disisi timur dari waduk Cirata dan sepelemparan batu dari pembangkit listrik Cirata.


========================================================================

17 Desember 2014.....Saya bersama seorang rekan sekomunitas motor Pulsar menyambangi ke Cijuhung.
Awal start dari Purwakarta . kota tercinta kami. Adapun maksud dan tujuan kami adalah untuk menyurvey kampung tersebut karena membaca di media massa bahwa kampung tersebut belum tersambung Listrik negara aka PLN.Stidaknya pengetahuan dan tulisan ini serta mungkin uluran tangan kami bisa meringankan beban mereka.
Sadang sampai Plered dihiasi dengan ramianya truk pembawa batu dan pasir. Kendaraan dengan tonase diatas 10 ton tersebut berjalan pelan beriringan dengan pelan, sehingga cukup membuat antrian kendaraan yang akan menyalipnya..........sungguh saya merasa bosan dijalur ini. Baru setelah memasuki jawasan waduk Cirata, kondisi lalu lintas kembali sepi.
Ambil jalur menuju kecamatan Cipeundeuy terus melaju ke arah Rajamandala yang berada di lintasan Bandung-Cianjur. Memasuki kawasan perkebunan karet Pasir Ucing, belok kanan kearah desa margaluyu.
lima kilometer pertama dihiasi dengan mulusnya jalan yang baru dihotmik.

Teduhnya karena ditutupi rimbun pohon Karet dan Jati disepanjang lima kilometer tersebut dan semua berakhir dikampung Ciloa. Setelah itu barulah jalan aspal rusak dan menyisakan batu saja yang terhampar.
Disambung jalan tanah di sepanjang kebun karetnya, semuanya berjarak sekitar delapan kilometer.


Satu jam perjalanan untuk delapan kilometer memang menguras tenaga. Kebun karet yang sepi, kakao selangseling sama hutan kecil di sepanjang jalan. adanya persimpangan yang tidak ada penunjuk arahnya membuat menit demi menit terbuang buat menunggu yang lewat untuk bertanya.
SD Cibungur kelas jauh yang sedang dibangun di Cijuhung
Sarana PendidikanSaat ini sedang dibangun ruang kelas sebanyak tiga buah yang akan selesai tahun depan. Ruang itu digunakan untuk menampung 73 murid saat ini di Cijuhung dan semua tingkatan kelas dari satu sampai enam. Mungkin dibagi dua shift waktu belajarnya.


# semua keterangan saya peroleh dari pengurus Rw setempat.
   Untuk saat ini memang dibutuhkan uluran batuan pemerintah atau seorang dermawan buat mengurangi beban  masyarakat.






Rabu, 17 Desember 2014

Pamulihan-Pangalengan, Sunyi sepi sendiri

Bismilah............................................................................................................................


Segelas Teh manis menemaniku menikmati pagi di kampung babakan di selatan kantor kecamatan Pamulihan. Istri mang Dimi, handai taulan yang kenal di Purwakarta sibuk menanak Nasi di dapur. Anak-anaknya berganti baju seragam sekolah setelah mandi di Pancuran sebelah rumah. Udara pagi yang dingin, suara kicau Burung penanda pagi menemaniku menikmati alam desa di kaki Papandayan.

Hari menjelang siang. Aku bersiap diri meneruskan perjalanan pulang. Pamit pada satu keluarga bersahaja yang diinapi rumahnya semalam. Senyum ramah penduduk desa khas tanah Parahyangan sewaktu papasan. Kontur alam yang meliuk dan bergunung-gunung sanggup membuatku enggan meninggalkan tempat ini.

Masuklah di jalur Kecamatan Bungbulang-Cikajang, hamparan Kebun teh menyambutku kala itu. Jalan mulus nan permai membuat terlena untuk menikmati liukan belokannya.











Pas di pintu masuk papandayan berhenti sejenak untuk memastikan arah pulang via Papandayan. Bertanya pada penjaga pos pintu untuk menanykan jalur via panawa tersebut. Sebagian ada menyuruh berpikir ulang lewat kesana , sebagian lagi malah seperti mendorongku untuk menikmatinya karena keindahan alamnya bukan karena trek jalannya.

Kuputuskan untuk terus saja. Toh masih pagi juga, bilamana ada masalah bisa terselesaikan waktu siang hari.
Kesan pertama adalah sepi. Bertemu kendaraan lain adalh persetengah jam atau lebih. Kebun Teh, suara Burung dan Udara dingin mungkin teman disaat itu. Jalanan penuh kubangan yang hampir menutupi seluruh bagian jalan. Kedalaman sekitar 30-50 cm.

Enam kilometer pertama baru menemukan perkampungan pemetik Teh atau yang lebih dikenal dengan Emplasemen. Tumaritis namanya. Sedikit sekali jumlah rumahnya. Baru! setelah dua kilometer lagi jalan ketemu lagi dengan pabrik Papandayan. Perusahaan pengolahan Teh dan kampung yang cukup besar.Jalanan masih sediakala ancurnya dan sekarang berubah dari kubangan menjadi batuan lepas yang besar-besar.
Disuatu hutan kecil bertemu dengan angkutan umum berjenis Elf, ngos-ngosan nanjak gual geol diayunkan per kerasnya yang terkenal di sebuah tanjakan dalam suasana sepi di hutan kecil.


Hari semakin siang ,kecepatan motor tak lebih dari 10 km/jam. Satu jam sudah saya melalui sepuluh kilometer pertama. Semilir angin dikebun Teh cukup mengeringkan keringat di wajah yang bercucuran. Jelas........motoran disuasana jalan seperti ini cukup menuras tenaga. Baru.......!.. setelah satu setengah jam
sampailah di perkampungan besar dan sepertinya desa atau dukuh. Panawa namanya ,masih masuk kecamatan Pamulihan, Garut.


Bermata pencaharian sebagai pemetik Teh dan sebagian lagi pemerah susu Sapi. Sekolah dasar Negeri namapak ada di sebelah barat desa tersebut. Sebelah timur Gunung Papandayan dengan anggun megah menyapa setiap pelintas yang akan ke Pangalengan.
Lagi.........yang tak bisa ditahan adalah rasa haus. Ku menghampiri sebuah warung sederhana untuk membeli pelepas dahaga tersebut. Cacing di perut juga demo minta diisi. Menanyakan ke pemilik warung adanya yang menjual Nasi dan lauknya dijawab dengan gelengan kepala.
Satu kilometer setelah Panawa baru menemukan lagi emplasemen, Citampang namanya. Kecil dan sepi suasananya. Lanjut jalan menuju Pangalengan. Baru beberapa ratus meter ada pemotor yang bawa keranjang dijok belakangnya. Nampak seperti makanan. Kuberhentikan dia untuk menanyakannya. Dan.....Alhamdulilah rupanya rezekiku tidak kemana.Sayang........Hanya lauknya saja yang dijual si Bapa tersebut. Dua belas ribu rupiah cukup untuk menebus tiga potong daging ayam dengan bumbu semur kecap.
Dua belas kilometer sudah aku meninggalkan desa Panawa, Panorama berganti dari kebun Teh menjadi perkebunan Sayur diselingi dengan hutan Pinus. Jalan yang sebelumnya Aspal kelas tiga dan juga bekas aspal sekarang berupa Tanah yang mendominasi. Bisa sedikit menambah kecepatan karena ada sedikit jalan datar yang terbentang walau juga harus hati-hati terhadap jebakan lubang besar yang menanti.
Sampailah di suatu perkampungan besar dengan sekolah,Pasar kecil dan mesjid besar yang menjadi fasilitas besarnya. Beberapa pemuda sepantaran sedang sibuk menurunkan barang belanjaan yang di taruh diatap mikro Bus yang hanya sekali jalan pulang pergi Pangalengan- Stamplat (nama daerah tersebut).
Stamplat ini masih berada di wilayah administrasi desa Panawa ,Garut. Terbayang dua belas kilometer melewati jalanan tanah dan batu hanya untuk menurus keperluan pembuatan KTP atau lainnya. Tapi ....! Manusia selalu diberi akal lebih untuk menyiasatinya dan kesabaran dalam menjalaninya.
Kuberanikan diri untuk membeli nasi di sebuah toko besar yang memang tidak menjual makanan pokok tersebut. Bu Haji dengan baik hati memberiku nasi secara gratis walau saya memaksanya untuk membayar.
Alhamdulilah.................................aku bisa membungkam sang pendemo didalam perut ini. Allah Swt ada pada orang yang berusaha.

Tiga jam sudah saya motoran, Sedang odometer menunjukan angka 27. Berarti dua puluh kilometer yang ditempuh dalam tiga jam perjalanan. Selesai makan, aku lanjutkan perjalanan. Batu-batu besar di tengah jalan langsung menghadang ketika meninggalkan kampung Stamplat. Riding sambil berdiri adalah solusinya, walau lama-lama pegal juga. Emplasemen Cileuleuy adalah kampung selanjutnya. Disini ada jalur langsung yang menuju kawah Papandayan sejauh sembilan kilometer.

Berhenti lagi di perkampungan teh Sedep emplasemen Sedep juga. Jalanan di sepanjang perkampungan sedang dicor beton dengan dana PNPM. Ngobrol sebentar dengan mandor pembuatan jalan tersebut sebelum menunaikan sholat dhuhur karena jam menunjukan pukul dua lewat.

Barulah setelah memasuki kawasan pabrik teh Sedep,jalan membaik karena sudah diperbaiki dengan aspal hotmik. Setelah itu meliuk-liuk melewati kawasan kebuh teh Talun Sentosa dan Malabar. Kondisi jalan sudah sepenuhnya mulus. Kilometer mencatat 41 km lah jalan yang belum diperbaiki dan saya menempuhnya dalam lima jam perjalanan. Mudah-mudahan kedepannya nanti jalan ini mulus dan menjadi destinasi perjalanan terbaik diselatan Bandung dan Jawa Barat ini.

CAG



















Rabu, 10 Desember 2014

Perjalanan Cahaya #Cimulu,Garut, 6-7 Desember 2014

Bismilah.............................................................................................................................................

" Bukan Bahu berbintang,bukan leher berdasi
  yang kudambakan Pria yang punya hati
   
   "Bukan Alis berukir,bukan Bibir bergincu
    yang kudambakan Gadis yang punya malu"

   Penggalan lirik lagu duet Rhoma dan Nurhalimah menemani saya yang tengah bersiap untuk motoran menuju Cimulu,Garut. Barang dan alat kelistrikan Tenaga Matahari telah lebih dahulu dikirimkan via bus ke Cicalengka kerumah rekan saya ,kang Ade Genta. yup........saya dan rekan-rekan memang menuju Cimulu,Garut untuk memasang solar panel dan lampu-lampu buat penerangan dimalam hari. Tanggal 6-7 Desember adalah hari eksekusinya.

   Koordinasi keberangkatan telah saya persiapkan dua hari sebelumnya, dan semua langsung berkumpul di Cicalengka,rumahnya kang Ade. Tepat pukul enam pagi,tanggal enam Desember ,meluncur menuju lokasi.Bertemu tiga rekan setim di Pasawahan ,Purwakarta. Jadinya lanjut berempat jalan bareng.






  Udara pagi segar mengiringi perjalanan kami. Lalulintas saat itu tak terlalu ramai. Anteng saja kami berempat memainkan gas sesuka hati. Sedikit terhambat adanya aktiiftas pengecoran jalan sebelum masuk Jalan Cagak dan sesudahnya yang menuju Sumedang. Tak terasa, 3 jam sudah kami riding. Dan sampailah di tikum pertama di Parakan Muncang.

  Istirahat selama satu jam untuk selonjoran dan cek barang bawaan buat ke Cimulu. Setelah semuanya lengkap, barulah inti perjalanan Cahaya ini dimulai. Dengan Panduan kang Ogie Dy, kami meliuk-liuk melewati bukit disepanjang perbatasan Parakan Muncang dan Cicalengka. Dibatas kabupaten Sumedang dan Bandung.





   Sepuluh kilometer telah dilewati dan dua desa tersambangi,barulah masuk kawasan hutan lindung Masigit-Kareumbi. Disana terdapat kawasan bumi perkemahan dan taman berburu. Tempat ini ada di perbatasan tiga kabupaten sekaligus yakni Garut, Sumedang dan kabupaten Bandung. Nah!! Kampung Cimulu ini berada di kabipaten Garut walaupun secara geografis lebih dekat lokasinya ke kabupaten Bandung. Kampung ini berada 45 km dari desa induknya yakni Pangeureunan,jalan melingkar keluar gunung menuju jalur Nasional dan masuk lagi di Kecamatan Limbangan ke arah utara. Atau jalan lainnya dengan berjalan kaki menyusuri Hutan, Sungai dan Lembah selama dua jam perjalanan.





   Sebenarnya kampung ini telah mengenal apa yang namanya listrik. Sumber utamanya adalah air (Mikrohidro). Tapi, seringkali mati karena ada masalah diturbin atau tersangkut sampah. Jarak yang cukup jauh dari rumah disuatu waktu memang cukup membuat malas untuk mengeceknya. Dan sumber tenaga listrik tersebut tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan listrik warga.





  
  Memasang panel Surya adalah solusi disaat PLN tidak berperan dan Mikrohidro tidak bisa diandalkan. Begitulah keterangan yang saya sampaikan pada saat survey,dua minggu yang lalu. Alhamdulilah  semua terselesaikan lewat misi perjalanan cahaya ini. Tak banyak sumbangsih kami. Tapi,setidaknya dikala malam mereka tidak kegelapan.






 
terima kasih kepada :

1,Rekan the winning team , Suyut Utomo, Mang Dadang ,Yudi permana dan pantauan onlinenya untuk Titan  Aldiano Rahman
2.Mang Dedi , Om Dendy Julius, Nurkholis madjid dan Yudha Hermana
3.Kang Ade Genta untuk tempat barang dan mau dirusuhi para Bujang Purwacheng
4.Kang Ogie dy yang mengawal kami ke kampung Cimulu
Foto-foto di catatan perjalanan ini karya Mang Dadang,Suyut Utomo dan Yudi permana.





   

Sabtu, 13 September 2014

Bukanagara

Bismilah...............................................................................................................................

Surga terpencil di pelosok, dilindungi gunung-gunung, itulah Bukanagara. Sebuah nama perkebunan Teh di selatan Subang. Desa utamanya adalah Cupunagara. Hidden Paradise atau surga tersembunyi. Dua gunung pelindungnya adalah gunung Gede dan dunung Canggah. Berada dilintasan jalur Cisalak-Lembang. Dua belas kilometer dari kota kecamatan cisalak dan dua belas kilometer juga dari kota Lembang,Bandung Barat. Koordinatnya ada di kisaran     -6.783646,107.718236

================================================


Udara pagi itu lumayan segar. Lalu lintas di jalur Jalan Cagak lumayan padat. Kami berhenti untuk mencari tali plastik buat pengikat Hammock buat nanti bersantai di kebun Teh. Dua motor Matik lansiran pabrikan Honda berjejer rapi parkir depan toko Material bangunan.

Tali plastik sudah di genggaman, Yudi, teman seperjalanan saya. Tujuan kami adalah menuju Cupunagara, desa terpencil diselatan kota Subang. Kami melanjutkan perjalanan kembali. Keramaian kota jalan cagak mulai sepi begitu melewati tugu Nanas. Tugu tersebut merupakan ciri khas kota kecamatan yang berada di selatankota Subang tersebut sekaligus sebuah pertigaan jalur dari Subang,Sumedang dan Bandung serta Purwakarta.

Memasuki perkebunan Teh Tambaksari di jalur menuju Kasomalang. Udara dingin sedikit merasuk tubuh dis ela-sela rompi tipis yang saya kenakan. Kecepatan motor tak kurang lebih dari lima puluh kilometer perjam. Itulah, patokan kecepatan motor kami bila riding.



58 kilometer sudah,kami riding dari Purwakarta. Kini saatnya memulai petualangan memasuki jalur yang bisa dibilang belum diketahui. Desa Darmaga merupakan jalur masuknya. Kami dapat info ini dari Kang Dadang Widaswara asal Subang. Kalau jalan Purwakarta-Cisalak ini memang familiar bagi saya karena merupakan jalur mudik saya menuju kota Ciamis bila menggunakan Sepeda motor.





Satu kilometer pertama jalan masih manusiawi. Tapi, setelahnya barulah memasuki tahap ajrut -ajrutan tiada henti. Jalan langsung langsung di hadapkan dengan kontur yang menanjak.






Jarak main sok depan yang pendek di motor kami membuat cepat pegal tangan ini. Riding berdiri yang biasanya kami lakukan bila memakai motor besar, terasa kaku dan tidak nyaman handlingnya. Sesekali kami berhenti untuk mendokumentasikan keindahan alam yang luar biasa. Perkampungan tak nampak sama sekali sepanjang perjalanan menuju Bukanagara ini. Hanya satu kampung yang terlewati yang kami singgahi ,yakni kampung Palasari, desa Sukakerti,Cisalak,Subang. Di kampung itulah yang merubah cara pandang kami terhadap cara riding selama ini.








Kampung ini berada lima kilometer setelah jalur masuk di desa Darmaga. Tak sengaja melihat jalur aspal mulus selebar satu meter yang menanjak di kawasan hutan. Saya kira itu adalah jalan untuk menuju Tiang Bts telepon selular. Setelah di telusuri, itu adalah masuk ke kampung Palasari. Suatu wilayah yang semenjak kemerdekaan belum sekalipun merasakan terangnya sinar cahaya listrik.
Terhenyak kami mendengarnya. penerangan cuma memakai lampu templok dengan bahan bakar minyak solar. Mengingat minyak tanah mahal harganya melebihi harga premium. Memang, minyak tanah ini tidak kena subsidi pemerintah. Anak sekolah harus berjalan lima kilometer setiap harinya. Dimalam harinya tidak bisa belajar di karenakan gelapnya malam. Belum lagi kegiatan keagamaan dan hajatan yang perlu daya listrik.
Terdiri dari sepuluh rumah yang kesemuanya panggung. Hanya Mushola saja yang kena sentuhanadukan semen dan pasir walaupun sederhana. Rumah berjejer rapi saling berhadapan dengan Mushola berada ditengahnya. Mata pencaharian penduduknya sebagian bertani dan berkebun. Hanya ada enam kepala keluarga yang mendiami kampung tersebut. Satu persatu yang lain mulai pindah meninggalkannya karena masalah ekonomi dan pendidikan yang lebih baik untuk anak-anaknya.

*HARI EKSEKUSI*

Selang dua minggu kemudian ,kami berdua berinisiatif untuk menyumbang kampung ini dengan alat-alat kelistrikan berikut pembangkitnya. Saat itu kami patungan membeli sebuah Genset berkekuatan 1000watt. Alhamdulilah ada dana yang cukup untuk memasangnya serta membikin intalasi di enam rumah dan satu Mushola.



Sampai dua tiga kali kami berkunjung kesini, karena kunjungan kedua itu mesin jensetnya jebol keluar oli.Baru, pada rabu 24 September 2014 kemarin semua rumah dan mushola menyala dengan sempurna menerangi gelapnya hutan Bukanagara. Begitupun alat elektronik milik penduduk yang rusak,bisa langsung di perbaiki karena partisipasi suhu listrik dari Cikarang ,yakni mang Titan Aldiano Rahman.......Alhamdulilah...
wajah-wajah sumringah tergambar di setiap wajah mereka...............................

*CUPUNAGARA*

Lanjut perjalanan. Selang dua kilometer dari kampung palasari,kami ketemu sebuah U turn yang cukup menawan.Sayang ,kondisi jalan yang rusak membuat pemandangan ini sedikit berkurang. kalau saja jalannya bagus, niscaya  akan menjadi sebuah spot miring miring yang aduhai.
Selang setengah jam perjalanan dari spot U turn tersebut,sampailah kami di gerbang desa Cupunagara.Perkampungan yang masih asri dikelilingi kebun Teh Bukanagara. Rumah-rumah sederhana namun bersih ,udara yang segar jauh dari polusi, sekolah sd sampai menengah pertama ada di lingkungan desa ini. pabrik Teh dan bedeng-bedeng pegawai pemetik teh berjejer rapi di sepanjang perjalanan serta ujungnya adalah rumah besar bercerobong asap sebagai penanda bahwa rumah itu adalah Siempunya kawasan kebun teh ini.




Cupunagara ada ditengah-tengah, ke Cisalak 12 kilometer jaraknya begitupun ke Lembang sama aja jauhnya. Numpang mandi dan sholat dhuhur disini. Lanjut menuju Lembang,Bandung Barat. Jalan semakin rusak dan sisa batu dan tanah saja. Setelah menghabiskan tanjakan terakhir dari wilayah desa dan pabrik,kami istirahat untuk makan siang. Sebungkus mie rebus dan tambahan Bakwan dapat beli dari warung dibawah sebelum naik.






Bagian turun menuju Kampung Cibitung dan masih termasuk wilayah desa Cupunagara. Turunan curam berbatu dengan tingkat elevasi 40 persen. Andai saja waktu itu harinya hujan,niscaya kami pasti tergelincir karena licinnya jalan.


Diselilngi oleh pabrik Ayam ,dalam arti pabrik pengolahan Ayam pedaging yang mulai dari bibit kecil sampai siap dikonsumsi dikisaran berat rata dua kilogram. Selepas kampung Cibitung,ketemulah kawasan hutan tanaman bernama Rasamala. Disini kami kembali lmelepas lelah sebentar dengan menggelar Hammock ,dan sempat pula tertidur sebentar.


Terus terang, trek setelah Cupunagara menuju Lembanglah yang terberat. Jalur tanah berbatu yang disaat musim hujan pasti licinnya. tanjakan dan turunan yang curam. Alhamdulilah dua belas kilometer sudah kami menempuh jalur ini. Akhirnya ketemu juga dengan peradaban kota. Dan semua jalan-jalan ini berakhir di pasar Cikole,Lembang,Bandung Barat.


















CAG