Sabtu, 13 September 2014

Bukanagara

Bismilah...............................................................................................................................

Surga terpencil di pelosok, dilindungi gunung-gunung, itulah Bukanagara. Sebuah nama perkebunan Teh di selatan Subang. Desa utamanya adalah Cupunagara. Hidden Paradise atau surga tersembunyi. Dua gunung pelindungnya adalah gunung Gede dan dunung Canggah. Berada dilintasan jalur Cisalak-Lembang. Dua belas kilometer dari kota kecamatan cisalak dan dua belas kilometer juga dari kota Lembang,Bandung Barat. Koordinatnya ada di kisaran     -6.783646,107.718236

================================================


Udara pagi itu lumayan segar. Lalu lintas di jalur Jalan Cagak lumayan padat. Kami berhenti untuk mencari tali plastik buat pengikat Hammock buat nanti bersantai di kebun Teh. Dua motor Matik lansiran pabrikan Honda berjejer rapi parkir depan toko Material bangunan.

Tali plastik sudah di genggaman, Yudi, teman seperjalanan saya. Tujuan kami adalah menuju Cupunagara, desa terpencil diselatan kota Subang. Kami melanjutkan perjalanan kembali. Keramaian kota jalan cagak mulai sepi begitu melewati tugu Nanas. Tugu tersebut merupakan ciri khas kota kecamatan yang berada di selatankota Subang tersebut sekaligus sebuah pertigaan jalur dari Subang,Sumedang dan Bandung serta Purwakarta.

Memasuki perkebunan Teh Tambaksari di jalur menuju Kasomalang. Udara dingin sedikit merasuk tubuh dis ela-sela rompi tipis yang saya kenakan. Kecepatan motor tak kurang lebih dari lima puluh kilometer perjam. Itulah, patokan kecepatan motor kami bila riding.



58 kilometer sudah,kami riding dari Purwakarta. Kini saatnya memulai petualangan memasuki jalur yang bisa dibilang belum diketahui. Desa Darmaga merupakan jalur masuknya. Kami dapat info ini dari Kang Dadang Widaswara asal Subang. Kalau jalan Purwakarta-Cisalak ini memang familiar bagi saya karena merupakan jalur mudik saya menuju kota Ciamis bila menggunakan Sepeda motor.





Satu kilometer pertama jalan masih manusiawi. Tapi, setelahnya barulah memasuki tahap ajrut -ajrutan tiada henti. Jalan langsung langsung di hadapkan dengan kontur yang menanjak.






Jarak main sok depan yang pendek di motor kami membuat cepat pegal tangan ini. Riding berdiri yang biasanya kami lakukan bila memakai motor besar, terasa kaku dan tidak nyaman handlingnya. Sesekali kami berhenti untuk mendokumentasikan keindahan alam yang luar biasa. Perkampungan tak nampak sama sekali sepanjang perjalanan menuju Bukanagara ini. Hanya satu kampung yang terlewati yang kami singgahi ,yakni kampung Palasari, desa Sukakerti,Cisalak,Subang. Di kampung itulah yang merubah cara pandang kami terhadap cara riding selama ini.








Kampung ini berada lima kilometer setelah jalur masuk di desa Darmaga. Tak sengaja melihat jalur aspal mulus selebar satu meter yang menanjak di kawasan hutan. Saya kira itu adalah jalan untuk menuju Tiang Bts telepon selular. Setelah di telusuri, itu adalah masuk ke kampung Palasari. Suatu wilayah yang semenjak kemerdekaan belum sekalipun merasakan terangnya sinar cahaya listrik.
Terhenyak kami mendengarnya. penerangan cuma memakai lampu templok dengan bahan bakar minyak solar. Mengingat minyak tanah mahal harganya melebihi harga premium. Memang, minyak tanah ini tidak kena subsidi pemerintah. Anak sekolah harus berjalan lima kilometer setiap harinya. Dimalam harinya tidak bisa belajar di karenakan gelapnya malam. Belum lagi kegiatan keagamaan dan hajatan yang perlu daya listrik.
Terdiri dari sepuluh rumah yang kesemuanya panggung. Hanya Mushola saja yang kena sentuhanadukan semen dan pasir walaupun sederhana. Rumah berjejer rapi saling berhadapan dengan Mushola berada ditengahnya. Mata pencaharian penduduknya sebagian bertani dan berkebun. Hanya ada enam kepala keluarga yang mendiami kampung tersebut. Satu persatu yang lain mulai pindah meninggalkannya karena masalah ekonomi dan pendidikan yang lebih baik untuk anak-anaknya.

*HARI EKSEKUSI*

Selang dua minggu kemudian ,kami berdua berinisiatif untuk menyumbang kampung ini dengan alat-alat kelistrikan berikut pembangkitnya. Saat itu kami patungan membeli sebuah Genset berkekuatan 1000watt. Alhamdulilah ada dana yang cukup untuk memasangnya serta membikin intalasi di enam rumah dan satu Mushola.



Sampai dua tiga kali kami berkunjung kesini, karena kunjungan kedua itu mesin jensetnya jebol keluar oli.Baru, pada rabu 24 September 2014 kemarin semua rumah dan mushola menyala dengan sempurna menerangi gelapnya hutan Bukanagara. Begitupun alat elektronik milik penduduk yang rusak,bisa langsung di perbaiki karena partisipasi suhu listrik dari Cikarang ,yakni mang Titan Aldiano Rahman.......Alhamdulilah...
wajah-wajah sumringah tergambar di setiap wajah mereka...............................

*CUPUNAGARA*

Lanjut perjalanan. Selang dua kilometer dari kampung palasari,kami ketemu sebuah U turn yang cukup menawan.Sayang ,kondisi jalan yang rusak membuat pemandangan ini sedikit berkurang. kalau saja jalannya bagus, niscaya  akan menjadi sebuah spot miring miring yang aduhai.
Selang setengah jam perjalanan dari spot U turn tersebut,sampailah kami di gerbang desa Cupunagara.Perkampungan yang masih asri dikelilingi kebun Teh Bukanagara. Rumah-rumah sederhana namun bersih ,udara yang segar jauh dari polusi, sekolah sd sampai menengah pertama ada di lingkungan desa ini. pabrik Teh dan bedeng-bedeng pegawai pemetik teh berjejer rapi di sepanjang perjalanan serta ujungnya adalah rumah besar bercerobong asap sebagai penanda bahwa rumah itu adalah Siempunya kawasan kebun teh ini.




Cupunagara ada ditengah-tengah, ke Cisalak 12 kilometer jaraknya begitupun ke Lembang sama aja jauhnya. Numpang mandi dan sholat dhuhur disini. Lanjut menuju Lembang,Bandung Barat. Jalan semakin rusak dan sisa batu dan tanah saja. Setelah menghabiskan tanjakan terakhir dari wilayah desa dan pabrik,kami istirahat untuk makan siang. Sebungkus mie rebus dan tambahan Bakwan dapat beli dari warung dibawah sebelum naik.






Bagian turun menuju Kampung Cibitung dan masih termasuk wilayah desa Cupunagara. Turunan curam berbatu dengan tingkat elevasi 40 persen. Andai saja waktu itu harinya hujan,niscaya kami pasti tergelincir karena licinnya jalan.


Diselilngi oleh pabrik Ayam ,dalam arti pabrik pengolahan Ayam pedaging yang mulai dari bibit kecil sampai siap dikonsumsi dikisaran berat rata dua kilogram. Selepas kampung Cibitung,ketemulah kawasan hutan tanaman bernama Rasamala. Disini kami kembali lmelepas lelah sebentar dengan menggelar Hammock ,dan sempat pula tertidur sebentar.


Terus terang, trek setelah Cupunagara menuju Lembanglah yang terberat. Jalur tanah berbatu yang disaat musim hujan pasti licinnya. tanjakan dan turunan yang curam. Alhamdulilah dua belas kilometer sudah kami menempuh jalur ini. Akhirnya ketemu juga dengan peradaban kota. Dan semua jalan-jalan ini berakhir di pasar Cikole,Lembang,Bandung Barat.


















CAG